Seringkali
setelah membeli kamera digital baik slr maupun point & shoot,
kita terpaku pada mode auto untuk waktu yang cukup lama. Mode auto
memang paling mudah dan cepat, namun tidak memberikan kepuasan
kreatifitas.
Bagi
yang ingin “lulus dan naik kelas” dari mode auto serta ingin
meyalurkan jiwa kreatif kedalam foto-foto yang dihasilkan, ada baiknya
kita pahami konsep eksposur. Fotografer kenamaan, Bryan Peterson,
telah menulis sebuah buku berjudul Understanding Exposure yang didalamnya diterangkan konsep eskposur secara mudah.
Peterson
member ilustrasi tentang tiga elemen yang harus diketahui untuk
memahami eksposur, dia menamai hubungan ketiganya sebagai sebuah
Segitiga Fotografi. Setiap elemen dalam segitiga fotografi ini
berhubungan dengan cahaya, bagaimana cahaya masuk dan berinteraksi
dengan kamera.
Ketiga elemen tersebut adalah:
- ISO – ukuran seberapa sensitif sensor kamera terhadap cahaya
- Aperture – seberapa besar lensa terbuka saat foto diambil
- Shutter Speed – rentang waktu “jendela’ didepan sensor kamera terbuka
Interaksi
ketiga elemen inilah yang disebut eksposur. Perubahan dalam salah
satu elemen akan mengakibatkan perubahan dalam elemen lainnya.
Perumpamaan Segitiga Eksposur
Mungkin
jalan yang paling mudah dalam memahami eksposur adalah dengan
memberikan sebuah perumpamaan. Dalam hal ini saya menyukai perumpamaan
segitiga eksposur seperti halnya sebuah keran air. Shutter speed bagi
saya adalah berapa lama kita membuka keran, aperture adalah seberapa
lebar kita membuka keran dan ISO adalah kuatnya dorongan air dari
PDAM, dan air yang mengalir melalui keran tersebut adalah cahaya yang
diterima sensor kamera. Tentu bukan perumpamaan yang sempurna, tapi
paling tidak kita mendapat ide dasarnya.
Memahami Konsep ISO
Secara
definisi ISO adalah ukuran tingkat sensifitas sensor kamera terhadap
cahaya. Semakin tinggi setting ISO kita maka semakin sensitif sensor
terhada cahaya.
Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang setting ISO di kamera kita
(ASA dalam kasus fotografi film), coba bayangkan mengenai sebuah
komunitas lebah. Sebuah ISO adalah sebuah lebah pekerja. Jika kamera
saya set di ISO 100, artinya saya memiliki 100 lebah pekerja. Dan jika
kamera saya set di ISO 200 artinya saya memiliki 200 lebah pekerja.
Tugas
setiap lebah pekerja adalah memungut cahaya yang masuk melalui lensa
kamera dan membuat gambar. Jika kita menggunakan lensa identik dan
aperture sama-sama kita set di f/3.5 namun saya mengeset ISO saya di
200 sementara Anda 100 (bayangkan lagi tentang lebah pekerja), maka
gambar punya siapakah yang akan lebih cepat selesai?
Secara
garis besar, saat kita menambah setting ISO dari 100 ke 200 ( dalam
aperture yang selalu konstan – kita kunci aperture di f/3.5 atau
melalui mode Aperture Priority – A atau Av) , kita mempersingkat waktu
yang dibutuhkan dalam pembuatan sebuah foto di sensor kamera kita
sampai separuhnya (2kali lebih cepat), dari shutter speed 1/125 ke
1/250 detik. Saat kita menambah lagi ISO ke 400, kita memangkas waktu
pembuatan foto sampai separuhnya lagi:1/500 detik. Setiap kali
mempersingkat waktu esksposur sebanyak separuh , kita namakan menaikkan
esksposur sebesar 1stop.
Anda
bisa mencoba pengertian ini dalam kasus aperture, cobalah set
shutter speed kita selalu konstan pada 1/125 (atau melalui mode
Shutter Priority – S atau Tv), dan ubah-ubahlah setting ISO Anda
dalam kelipatan 2; missal dari 100 ke 200 ke 400 …dst, lihatlah
perubahan besaran aperture Anda.
Memahami Aperture & Depth of Field
Definisi aperture adalah ukuran seberapa besar lensa terbuka (bukaan lensa) saat kita mengambil foto.
Saat
kita memencet tombol shutter, lubang di depan sensor kamera kita
akan membuka, nah setting aperture-lah yang menentukan seberapa besar
lubang ini terbuka. Semakin besar lubang terbuka, makin banyak
jumlah cahaya yang akan masuk terbaca oleh sensor.
Aperture
atau bukaan dinyatakan dalam satuan f-stop. Sering kita membaca
istilah bukaan/aperture 5.6, dalam bahasa fotografi yang lebih resmi
bisa dinyatakan sebagai f/5.6. Seperti diungkap diatas, fungsi utama
aperture adalah sebagai pengendali seberapa besar lubang didepan sensor
terbuka. Semakin kecil angka f-stop berarti semakin besar lubang ini
terbuka (dan semakin banyak volume cahaya yang masuk) serta
sebaliknya, semakin besar angka f-stop semakin kecil lubang terbuka.
Jadi
dalam kenyataannya, setting aperture f/2.8 berarti bukaan yang jauh
lebih besar dibandingkaan setting f/22 misalnya (anda akan sering
menemukan istilah fully open jika mendengar obrolan fotografer).
Jadi bukaan lebar berarti makin kecil angka f-nya dan bukaan sempit
berarti makin besar angka f-nya.
Depth of Field
Depth
of field – DOF, adalah ukuran seberapa jauh bidang fokus dalam foto.
Depth of Field (DOF) yang lebar berarti sebagian besar obyek foto
(dari obyek terdekat dari kamera sampai obyek terjauh) akan terlihat
tajam dan fokus. Sementara DOF yang sempit (shallow) berarti hanya
bagian obyek pada titik tertentu saja yang tajam sementara sisanya
akan blur/ tidak fokus.
Untuk
mendapatkan DOF yang lebar gunakan setting aperture yang kecil,
misalkan f-22 (makin kecil aperture makin luas jarak fokus) – lihat
contoh foto diatas. Sementara untuk mendapat DOF yang sempit, gunakan
aperture sebesar mungkin, misal f/2.8 – lihat contoh foto dibawah.
Konsep
Depth of Field ini akan banyak berguna terutama dalam fotografi
portrait dan fotografi makro, namun sebenarnya semua spesialisasi akan
membutuhkannya.
Memahami Shutter Speed
Secara
definisi, shutter speed adalah rentang waktu saat shutter di kamera
anda terbuka. Secara lebih mudah, shutter speed berarti waktu dimana
sensor kita ‘melihat’ subyek yang akan kita foto. Gampangnya shutter
speed adalah waktu antara kita memencet tombol shutter di kamera
sampai tombol ini kembali ke posisi semula.
Supaya mudah, kita terjemahkan konsep ini dalam beberapa penggunaannya di kamera:
- Setting shutter speed sebesar 500 dalam kamera anda berarti rentang waktu sebanyak 1/500 (seperlimaratus) detik. Ya, sesingkat dan sekilat itu. Sementara untuk waktu eksposur sebanyak 30 detik, anda akan melihat tulisan seperti ini: 30’’
- Setting shutter speed di kamera anda biasanya dalam kelipatan 2, jadi kita akan melihat deretan seperti ini: 1/500, 1/250, 1/125, 1/60, 1/30 dst. Kini hampir semua kamera juga mengijinkan setting 1/3 stop, jadi kurang lebih pergerakan shutter speed yang lebih rapat; 1/500, 1/400, 1/320, 1/250, 1/200, 1/160 … dst.
- Untuk menghasilkan foto yang tajam, gunakan shutter speed yang aman. Aturan aman dalam kebanyakan kondisi adalah setting shutter speed 1/60 atau lebih cepat, sehingga foto yang dihasilkan akan tajam dan aman dari hasil foto yang berbayang (blur/ tidak fokus). Kita bisa mengakali batas aman ini dengan tripod atau menggunakan fitur Image Stabilization (dibahas dalam posting mendatang)
- Batas shutter speed yang aman lainnya adalah: shutter speed kita harus lebih besar dari panjang lensa kita. Jadi kalau kita memakai lensa 50mm, gunakan shutter minimal 1/60 detik. Jika kita memakai lensa 17mm, gunakan shutter speed 1/30 det.
- Shutter speed untuk membekukan gerakan. Gunakan shutter speed setinggi mungkin yang bisa dicapai untuk membekukan gerakan. Semakin cepat obyek bergerak yang ingin kita bekukan dalam foto, akan semakin cepat shutter speed yang dibutuhkan. Untuk membekukan gerakan burung yang terbang misalnya, gunakan mode Shutter Priority dan set shutter speed di angka 1/1000 detik (idealnya ISO diset ke opsi auto) supaya hasilnya tajam. Kalau anda perhatikan, fotografer olahraga sangat mengidolakan mode S/Tv ini.
- Blur yang disengaja – shutter speed untuk menunjukkan efek gerakan. Ketika memotret benda bergerak, kita bisa secara sengaja melambatkan shutter speed kita untuk menunjukkan efek pergerakan. Pastikan anda mengikutkan minimal satu obyek diam sebagai jangkar foto tersebut. Coba perhatikan foto dibawah:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar